TIPS Menghadapi
RAMADHAN
oleh, Mahmud
Suyuti
Waktu terus berjalan, tanpa pernah berhenti. Hari berganti
hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun berikutnya. Semua perjalanan
waktu tersebut, Allah Swt senantiasa memberikan kenikmatan kepada hamba-Nya. Di
antara kenikmatan itu adalah sampainya usia kita di akhir Nishfu Sya'ban ini,
dan sisa menghitung beberapa hari lagi bulan Ramadhan tiba.
Term Ramadhan dalam bahasa Arab berakar kata dari ramadha, yang berarti panas yang menyengat dan kering. Di jazirah Arab masa lalu, musim
panas biasanya bertepatan bulan kesembilan, sehingga Ramadhan merupakan bulan
kesembilan dalam tahun Hijriah. Pemaknaan Ramadhan dapat juga dikiaskan
panasnya tenggorokan saat berpuasa, dan makna tersebut bila merujuk pada hadis
Nabi saw, bisa dimaknakan sebagai bulan yang memanaskan dalam arti membakar
hangus dosa-dosa orang yang berpuasa.
Kaitannya dengan ajaran tasawuf, Ramadhan merupakan bulan untuk mengasah
spiritual sehingga muncul nur Ilahiyah (cahaya Ketuhanan)
sebagaimana panasnya api mempresentasikan sesuatu yang memuncul cahaya.
Nur Ilahiyah dalam Al-Qur’an, QS. al-Nur/24: 35 adalah seperti misykat
(lubang yang tidak tembus) di dalamnya ada pelita dan pelita itu di dalam kaca.
Itulah gambaran dada kaum sufi. Di dalam dada mereka itu berisi ilmu
pengetahuan yang disebut ma’rifatullah diibaratkan seperti pelita. Ketika
pelita itu dibungkus dengan amalan spiritual, ibaratnya seperti kaca kristal,
memantulkan cahaya ke segenap penjuru.
Ketika Ramadhan berada di pintu gerbang, kalimat Marhaban
ya Ramadhan (selamat datang Ramadhan) ditebarkan secara lisan, tulisan
surat, dan saat banyak melalui SMS, Short Message Service dengan
menggunakan handpone (HP). Kalimat tersebut mengandung doa yang sarat
dengan makna.
Marhaban ya Ramadhan searti dengan ahlan wa sahlan, yang dalam bahasa
Arab berarti “Selamat datang …” walaupun keduanya searti dan semakna, tetapi
penggunannya berbeda. Umat Islam tidak menggunakan Ahlan wa Sahlan untuk
menyambut datangnya Ramadhan, melainkan Marhaban Ya Ramadhan sebab, marhaban
adalah kata seru untuk menyambut atau menghormati tamu yang akan datang searti
dengan kata ahlan sebagaimana yang disebutkan tadi.
Kenapa Ramadhan harus disambut dengan marhaban bukan
ahlan. Jawabannya, sebab arti dasar ahlan adalah keluarga,
sementara arti dasar marhaban adalah luas atau lapang, dan dipahami
bahwa Ramadhan merupakan bulan, bukan keluarga, maka penggunaan kata ahlan
padanya tidak tepat.
Mengucapkan marhaban untuk menyambut bulan suci
Ramadhan dengan harapan jiwa raga setiap muslim lebih leluasa dan lapang dalam
menjalankan ibadah suci, yakni puasa dan ibadah lainnya. Dengan kelapangan jiwa
menjalankan puasa maka dengan mudah meraih takwa sebagaimana yang disebutkan
dalam QS. al-Baqarah/2: 183.
Beberapa tips sebagai persiapan menanti kedatangan
Ramadhan, adalah I'dad Ruhi Imaniyah, I'dad Jasadiyah, I’dad Fikriyah, dan
I'dad Maliyah.
I’dad Ruhi Imaniyah, yakni persiapan ruh keimanan. Setiap muslim sesegera mungkin sebelum datangnya
Ramadhan untuk membersihkan hati (tazkiyatun nafs), melarang kita
melakukan berbagai maksiat dan kedzhaliman sebagaimana disebutkan dalam QS.
asy-Syams: 9. Ini dimaksdukan agar keimanan seseorang semakin meningkat, sehingga
ketika memasuki Ramadhan sudah bisa menjalani ibadah puasa dan mampu
menghidupkan pada malam-malamnya dengan ibadah shalat tarwih.
I'dad Jasadiyah, yakni
persiapan fisik. Setiap muslim untuk memasuki Ramadhan memerlukan
fisik yang prima sebab jika fisiknya lemah, bisa-bisa kemuliaan
yang dilimpahkan Allah pada bulan Ramadan tidak dapat diraih secara
optimal. Itulah sebabnya Nabi saw dan para sahabat sebelum memasuki
Ramadhan, membiasakan diri pelatihab fisik dan mental dengan melakukan
puasa sunnah, banyak berinteraksi dengan al-Qur'an, biasa bangun malam (qiyamul-lail).
I’dad Fikriyah, yakni persiapan
ilmu. Setiap muslim membekali diri dengan ilmu agama terutama yang terkait
secara langsung dengan amaliyah di bulan Ramadhan. Tentang kewajiban
puasa, keutamaan puasa, hikmah puasa, niat, syarat dan rukun puasa, hal-hal
yang membatalkan puasa, serta sunnah-sunnah puasa. Ini sebagai ilmu pengetahuan
dijadikan dasar agar dalam beribadah di bulan Ramadhan sesuai tuntunan
Nabi saw.
I'dad Maliyah, yakni persiapan
harta. Setiap muslim seharusnya memiliki dana yang cukup menyambut bulan
Ramadhan, bukan untuk membeli baju baru, menyediakan kue-kue lezat untuk
berbuka dan bersahur, serta berhari raya, melainkan untuk keperluan
memperbanyak infaq, memberi ifthar (buka puasa) orang lain dan membantu orang
yang membutuhkan, bersedekah dan berderma karena nilai pahalanya
dilipatgandakan. Tentu saja bagi yang memiliki dana atau harta yang mencapai
nishab dan haul wajib mempersiapkan zakat maal-nya. Bahkan, jika memiliki
kemampuan berumrah pada bulan Ramadhan merupakan ibadah yang bernilai
luar biasa, yakni seperti nilai pahala haji bersama Nabi Saw.
Jika
tips Ramadhan seperti yang disebutkan diamalkan sejak
sekarang, maka nantinya ketika
memasuki Ramadhan, akan dirasakan halawatul iman (manisnya iman), zatul
Islam (lezatnya amalan Islam) sehingga terbentuk zakiyul akhlak (kesucian
akhlak) dan menjadikan puasa berberkah. Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamit
Thariq.